portal berita hari ini yang terpercaya
Berita  

Inalum Membantu Senyum Para Pembudidaya Ikan Jurung di Sungai Asahan Kembali Muncul

Inalum Membantu Senyum Para Pembudidaya Ikan Jurung di Sungai Asahan Kembali Muncul

Sungai Asahan, sebuah aliran air yang membelah Kabupaten Asahan di Sumatera Utara, membuat para pembudidaya ikan langka yang disebut ikan jurung tersenyum. Di tepi sungai yang indah ini, terdapat kisah pelestarian ikan langka dalam menjaga kelangsungan ikan dan keberlanjutan ekosistem Sungai Asahan.

Air yang mengalir jernih memantulkan sinar matahari dengan indah di samping pepohonan hijau yang menjadi latar belakang. Di pagi yang cerah, sekitar pukul 7.30 WIB, Sutrisno (52), seorang petani ikan di Dusun IV, Desa Aek Songsongan, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, sudah sibuk memberikan pakan kepada ikan-ikannya yang hidup di dalam kolam.

Keindahan pagi yang cerah dan berawan membuat ikan-ikan dalam kolam terlihat sangat jelas. Terdapat total tujuh kolam dengan ukuran yang beragam. Kolam terkecil digunakan khusus untuk pembibitan ikan, sementara kolam yang lebih besar berperan penting dalam membesarkan ikan hingga ukuran yang siap dijual.

Suasana yang ditawarkan oleh kebun yang mengelilingi kolam menambahkan sentuhan keindahan hijau di lokasi ini. Lokasi ini bukan hanya tempat budidaya, tetapi juga menjadi spot wisata yang menawarkan pemandangan kebun yang menakjubkan dengan kolam ikan sebagai pemandangan tambahan yang luar biasa.

Di salah satu sudut kolam, terdapat sebuah pondok yang dibangun dengan konstruksi bambu dan atap seng. Dari tempat ini, kita dapat melihat ikan-ikan yang bersemangat mendekati makanan yang dilemparkan oleh Sutrisno dari tepi kolam. Tempat ini tidak hanya memberikan pemandangan yang indah, tetapi juga memberikan kebahagiaan bagi para pengunjung yang datang.

Sutrisno dengan tekun melemparkan pelet makanan ke dalam kolam ikan. Setiap langkahnya di atas tujuh kolam seluas 1,5 hektar adalah bagian dari upaya pembudidayaan ikan, termasuk ikan langka yang disebut ikan jurung.

Inisiatif ini patut diacungi jempol, karena Sutrisno berusaha melestarikan ikan-ikan air tawar endemik di wilayahnya, termasuk ikan jurung yang langka.

Di tepi Sungai Asahan yang berasal dari kawasan Danau Toba, Sutrisno memiliki ratusan ikan jurung dewasa di kolamnya. Ikan ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar, bisa mencapai berat 3-4 kilogram dengan usia sekitar lima tahun. Namun, mengingat kelangkaannya, ikan jurung sangat sulit ditemukan di alam liar.

“Jenis ikan ini sangat langka di sungai yang menjadi habitatnya, tetapi saya mencoba untuk membiakkan. Namun, ikan-ikan ini masih belum besar,” kata Sutrisno saat ditemui Liputan6.com sebagai bagian dari agenda site visit wilayah operasional PT Inalum finalis kompetisi Karya Jurnalistik MediaMIND 2023, Selasa (16/10/2023).

Tekanan eksploitasi manusia melalui penangkapan berlebihan telah mengancam kelangsungan hidup spesies ikan jurung. Selain itu, perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia seperti perambahan hutan dan perburuan liar telah mempengaruhi habitat alami ikan ini di Sungai Asahan.

Ikan jurung diyakini memiliki nilai gizi yang sangat penting. Ikan ini kaya akan protein, mengandung omega-3, dan albumin yang berperan dalam meregenerasi sel-sel tubuh yang rusak dan meningkatkan stamina. Ini menjadikan ikan jurung sebagai sumber nutrisi yang berharga bagi kesehatan manusia.

Selain itu, habitat ikan ini berwarna hitam dengan garis-garis putih yang buram dan hidup di sungai yang berarus deras dan berbatu. Biasanya ikan jurung lebih menyukai bersembunyi di balik bebatuan di dasar sungai.

Bagi masyarakat Toba, ikan jurung merupakan ikan yang bergengsi dan dianggap sebagai simbol kesuburan. Dalam setiap harapan, keluarga yang menerima penganan dari ikan jurung ini berharap agar diberkati dengan keturunan yang banyak, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka juga berharap mendapatkan rezeki sebagaimana perilaku ikan jurung yang hidup beriringan dan selalu berbaur satu sama lain.

Dalam upayanya untuk melestarikan ikan jurung, Sutrisno bekerja keras mengembangbiakkan dan membudidayakan ikan ini di kolamnya. Awalnya, ia hanya membudidayakan nila, gurami, dan udang gala. Namun, tiga tahun terakhir, ia merambah budidaya ikan jurung karena dianggap menjanjikan.

“Karena banyak orang yang ingin membeli ikan ini, harganya cukup lumayan. Satu kilogram bisa mencapai Rp1 juta, bahkan harga ikan mati saja mencapai Rp200 ribu,” ujarnya.

Menurut Sutrisno, ikan jurung yang memiliki nilai jual maksimal harus memiliki berat minimal di atas satu kilogram. Namun, mencapai ukuran berat tersebut bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan perhatian khusus terhadap aspek-aspek seperti pemberian makanan yang tepat, kondisi kolam yang sesuai, dan suhu air yang ideal.

“Ikan jurung dimasukkan ke dalam kolam agar habitatnya seperti ikan nila. Ikan ini tidak hidup di air yang deras tetapi tetap dapat hidup di dalam kolam. Nah, kami mencoba pada ikan jurung dan ternyata mereka bisa bertahan hidup,” jelasnya.

Bagi para pembudidaya ikan jurung seperti Sutrisno, proses membesarkan ikan hingga mencapai berat satu kilogram memerlukan waktu yang cukup lama. Umumnya, mereka harus bersabar selama sekitar tiga tahun untuk melihat ikan-ikan mereka mencapai ukuran yang memungkinkan untuk dijual dengan harga maksimal.

Di wilayahnya sendiri, ikan jurung menjadi primadona bagi masyarakat Batak. Di tanah Batak, ikan ini memiliki makna khusus dalam berbagai prosesi adat.

“Di sini banyak orang Batak. Mereka mencari ikan dengan berat 2,5 ons dan menjualnya dengan harga Rp500 tanpa negosiasi harga,” kata Sutrisno.