Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, pernah memikirkan bagaimana keterbatasan fisik dapat mempengaruhi nasib seseorang. Namun, ibunya justru mengarahkan Gong pada tiga kebiasaan lain, yaitu jogging, membaca, dan mendengarkan cerita ibunya. Jogging melatih fisik dan mental Gong sehingga ia bisa meraih medali emas dalam even paralimpiade bulu tangkis pada tahun 1984-1989.
Menurut Gol A Gong, kebiasaan membaca buku dan mendengarkan dongeng sejak kecil menjadi pondasi awal dari banyaknya buku yang ia terbitkan. Ia telah menerbitkan 126 buku.
Alasan mengapa banyak orang mengatakan bahwa membaca memberikan kesehatan adalah karena setiap kali membaca akan menghubungkan neuron-neuron di dalam otak. Jika tidak membaca, neuron dalam otak tidak akan bekerja dan dapat menyebabkan kantuk.
Pustakawan Ahli Utama Perpusnas, Abdullah Sanneng, mengatakan bahwa seseorang yang membaca namun tidak mencerna dan memahami dengan baik seperti orang yang makan tanpa mengunyah. Anak-anak yang memiliki pengalaman membaca yang terlatih dan konsisten dapat menghindarkan diri dari penyakit demensia pada usia di atas 70 tahun.
Bachtiar Adnan Kusuma, seorang pegiat literasi, menceritakan bahwa kecakapan tentara Jepang dalam membaca rumus penggunaan alat-alat militer mengalahkan kecanggihan peralatan tempur Uni Soviet yang berasal dari Jerman. Hal ini menunjukkan pentingnya membaca.
Sebagai contoh nyata, dosen UIN Alauddin Makassar, Wahyudin, mengungkapkan bahwa kegemaran membaca buku membawanya meraih delapan beasiswa prestisius untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Ada tujuh faktor pendorong yang mendorong seseorang menjadi pembaca buku, yaitu tradisi keluarga, teladan orang tua, guru, teman sebaya, lingkungan masyarakat, pengalaman pribadi, dan tragedi.