Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Konsekuensi hukum bagi pelanggaran Pasal 21 ayat (2) huruf a adalah pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp. 100.000.000.
Selain itu, mengingat tingginya aktivitas pemasangan jerat oleh masyarakat dan dampaknya terhadap kelestarian satwa liar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Instruksi Nomor: INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tanggal 17 Juni 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar Atas Ancaman Penjeratan Dan Perburuan Liar Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan, yang ditujukan kepada seluruh jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
Secara umum, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menginstruksikan untuk melakukan koordinasi kebijakan dan program dalam upaya perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan liar sesuai dengan kewenangan masing-masing, serta mengambil langkah-langkah strategis dalam mencegah terjadinya penjeratan dan perburuan satwa liar.