portal berita hari ini yang terpercaya
Berita  

Sekretaris BPN dan Kades Dalam Kasus ‘Mafia Tanah’ Bendungan Paselloreng Wajo Kini Menjadi Tersangka

Kasus yang menjerat para tersangka dimulai pada tahun 2015. Pada saat itu, Balai Besar wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) sedang melakukan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.

Salah satu lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng tersebut terletak di Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo, Desa Paselloreng, Kabupaten Wajo, yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT.

Selanjutnya, dilakukan proses perubahan Kawasan Hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan untuk kepentingan pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo.

Pada tanggal 28 Mei 2019, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas + 91.337 Ha, perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032 Ha, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan.

Setelah mengetahui bahwa Kawasan hutan tersebut diubah untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng, tersangka Andi Ahyar sebagai ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo untuk membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021.

Selanjutnya, Sporadik tersebut diserahkan kepada tersangka Andi Jusman selaku Kepala Desa Paselloreng untuk ditandatangani, dan tersangka Jumadi Kadere selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani Sporadik untuk tanah eks kawasan hutan yang termasuk di Desa Arajang.

Isi Sporadik tersebut didapatkan dari informasi ketiga tersangka, yakni tersangka Nundu, Nursidin, dan tersangka Ansyar selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat. Isi Sporadik yang dimasukkan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, pembayaran terhadap 241 bidang tanah tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp13.247.332.000 berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sulsel.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan sangkaan utama Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau sangkaan turunan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.