Saat ini, makanan tradisional ini telah kehilangan popularitasnya. Banyak yang tidak menyadari bahwa sebenarnya makanan ini memiliki manfaat kesehatan dan khasiat dalam mengobati penyakit tertentu.
Penduduk desa sebelumnya menggunakan bitule sebagai makanan pokok pengganti beras bagi penderita diabetes. Oleh karena itu, orang-orang di masa lalu yang sering mengonsumsi bitule memiliki umur yang panjang.
“Karena rendah karbohidrat dan lemak, bitule sangat efektif dalam mencegah dan mengobati penyakit gula,” katanya.
Meskipun memiliki manfaat, pengolahan bitule memiliki proses yang panjang. Jika tidak diolah dengan baik, bitule dapat menyebabkan keracunan bagi yang mengkonsumsinya.
Getah ubi bitule mengandung zat toksik yang dapat terhidrolisis membentuk asam sianida (HCN). Efek dari HCN yang dirasakan ketika mengonsumsi ubi hutan tanpa pengolahan yang baik adalah pusing dan muntah darah.
Untuk mengolah bitule, penduduk Gorontalo biasanya mengiris tipis umbi dan merendamnya dengan air campuran tanah. Setelah itu, ubi bitule direndam selama beberapa hari dengan air garam, kemudian dikeringkan.
Tujuan dari perendaman ini adalah untuk menghilangkan getah beracun yang terdapat dalam ubi hutan tersebut. Setelah melewati proses ini, bitule siap untuk dikonsumsi.
Biasanya, bitule diolah dengan cara direbus lalu dimakan dengan parutan kelapa. Selain itu, ada juga yang menggorengnya kemudian mencampurkannya dengan gula aren.
“Mulai dari keripik hingga menjadi nasi pengganti beras. Pada masa-masa kekurangan pangan, bitule menjadi alternatif pengganti beras,” ungkapnya.