Menyambut 2024, dunia menghadapi serangkaian proyeksi ekonomi yang penuh tantangan dan peluang. Faktor-faktor seperti ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, dan penawaran pascapandemi yang belum sepenuhnya teratasi akan menjadi penentu arah perkembangan ekonomi global.
Ekonom Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho mencatat sejumlah tren perekonomian pada 2024, seperti gelombang inflasi dunia.
Di Eropa, terjadi inflasi meroket 20 persen hanya dalam dua bulan di Perancis, sementara Jerman mengalami krisis anggaran.
“Selain Perancis, pasokan gas Rusia masih jadi isu krusial pendorong inflasi, terutama bagi Jerman. Ini akan mengancam permintaan yang lesu jika berlanjut lebih dari 3 kuartal,” katanya, Kamis (23/11/2023).
Menurutnya, hanya India, Jepang, China, dan Malaysia yang relatif aman dari kekhawatiran inflasi berlanjut pasca pandemi.
Selanjutnya, ketidakpastian tinggi juga menjadi tren, seperti Jepang merevisi pertumbuhan Q4-2023 yang menyebabkan harga aset merosot termasuk indeks saham.
“Surat utang bebas risiko di AS, Inggris, dan Jepang masih paling menjanjikan, dengan premi yang terendah,” jelasnya.
Tren suku bunga yang tinggi juga terjadi di Pakistan dan Turki akibat inflasi di atas 30 persen, ditandai oleh lemahnya nilai tukar Lira yang terus melemah lebih dari 15 persen dalam 1 Triwulan.
“Suku bunga di Pakistan dinaikkan hingga 14 persen sejak tahun lalu,” jelasnya.
Sementara di Argentina dan Italia, terjadi ancaman utang publik yang menumpuk. Anggoro menganggap hal ini sebagai beban berat bagi PM Georgia Meloni dan Javier Milei yang baru terpilih.
“Jika harus mencari bantuan ke IMF, maka ancaman inflasi global akan semakin berat seiring dengan subsidi negatif. Ini akan menunda turunnya harga aset dan suku bunga global,” katanya.
Selanjutnya, Anggoro mengingatkan mengenai nilai tukar yang perlu diwaspadai, karena defisit akun yang berkepanjangan dan belum adanya momentum penguatan rupiah melalui valuasi ekspor, meski BI menerapkan kebijakan moneter ketat.
Anggoro menilai perekonomian global pada 2024 masih suram. Ancaman suku bunga yang tinggi dan sentimen negatif bursa saham global akibat pesimisme juga masih besar.
“Indonesia perlu waspada terhadap pelemahan rupiah dan uang palsu selama kampanye Pemilu mendatang,” ucapnya.
Namun, ia juga memperkirakan kebijakan moneter ketat Amerika Serikat akan mencapai titik jenuh tahun mendatang.
Ia menambahkan bahwa dalam tren perekonomian ke depan, China dan Jepang akan menjadi motor penggerak utama permintaan global, bahkan Jepang dapat memperluas operasi pasar terbuka bank sentral di sektor finansial. Ketidakpastian masih akan tinggi.