Liputan6.com, Demak – Setiap tempat memiliki cerita, dan setiap cerita memiliki tempatnya. Muncul mitos-mitos sebagai sejarah lisan yang tidak tercatat dalam buku sejarah.
Di Kabupaten Demak, ada mitos bahwa Kepala Daerah atau Bupati hanya bisa menjabat satu kali saja. Jika memaksakan diri untuk ikut dalam pemilihan Kepala Daerah Demak, dikatakan bahwa pada periode kedua akan dihadapi dengan berbagai hambatan.
Menurut Sugiarno, seorang warga Demak, hambatan tersebut bisa berupa apa saja. Ada yang berhasil memenangkan pemilihan namun kemudian meninggal dunia secara mendadak sebelum masa jabatannya berakhir.
“Ada juga yang kemudian terbukti melakukan korupsi sehingga dipecat saat masa jabatannya belum selesai. Yang terbaik adalah jika kalah saja,” ujar Sugiarno.
Sugiarno menambahkan bahwa mitos ini berasal dari zaman dahulu.
“Saya ingat, kakek saya pernah bercerita tentang Raden Ayu Kartika. Beliau adalah pemimpin Demak yang baik,” katanya.
Selama kepemimpinan Raden Ayu Kartika, hukum ditegakkan dengan adil, perdagangan dan pertanian berkembang pesat. Pada masa itu, masyarakat Demak hidup dalam keadaan sejahtera.
“Kakek saya tidak menyebutnya sebagai lurah, bupati, atau apapun. Hanya menyebutnya sebagai pemimpin,” katanya.
Karena merasa didukung oleh masyarakat, Raden Ayu Kartika ingin melanjutkan pengabdiannya. Ia pun optimis akan terpilih lagi.
“Pada saat itu, beliau mulai dikelilingi oleh para penjilat kekuasaan. Orang-orang yang hanya mencari keuntungan,” kata Sugiarno.
Dalam proses pemilihan, tiba-tiba banyak fitnah yang menyerang Raden Ayu Kartika. Ironisnya, orang-orang yang mengelilinginya malah menghilang satu per satu.
Raden Ayu Kartika kalah dalam pemilihan kepala desa tersebut. Kekalahan itu terasa menyakitkan, bukan karena perilaku buruk, melainkan karena fitnah.
“Jika kita telaah lebih dalam, sejatinya Raden Ayu Kartika sudah melakukan perbuatan tercela. Dalam dirinya sudah ada keserakahan,” katanya.