Liputan6.com, Palembang – Perasaan Safaruddin sangat hancur ketika dia menghadiri sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Palembang, Sumatera Selatan.
Sidang itu melibatkan empat terdakwa kasus pembunuhan AA (13), putri Safaruddin yang dirudapaksa dan dibunuh di kawasan kuburan Tionghoa di Talang Kerikil Palembang, pada awal September 2024.
Pada persidangan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang, Rabu (9/10/2024), salah satu terdakwa IS (16) dituntut hukuman mati, sementara tiga terdakwa lain yang di bawah umur dituntut 5-10 tahun penjara.
Setelah persidangan pembunuhan di Palembang, Safaruddin mengutarakan kekecewaannya terhadap vonis yang dikeluarkan oleh Ketua Hakim PN Palembang, Eduward.
“Ini tidak adil,” ujarnya dengan emosi di hadapan awak media.
Dalam sidang itu, Hakim PN Palembang Eduward memutuskan vonis di hadapan keempat terdakwa yang termasuk dalam kategori Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), yaitu IS (16), MZ (13), MS (13) dan AS (12).
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Mereka melakukan kekerasan secara bersama-sama, memaksa anak melakukan persetubuhan, yang mengakibatkan kematian korban AA.
“Terdakwa MZ (13), MS (12), dan AS (12) diwajibkan untuk mengikuti pendidikan formal atau pelatihan yang diselenggarakan oleh LPKS dan Dharmapala Indralaya Kabupaten Ogan Ilir selama 1 tahun,” ujarnya.
Adapun hukuman bagi otak pelaku perudapaksaan dan pembunuhan korban, IS (16), hanya 10 tahun penjara menurut majelis hakim, yang tampaknya tidak setuju dengan tuntutan JPU Kejari Palembang.
Terdakwa IS juga diwajibkan untuk mengikuti pelatihan kerja di Dinas Sosial (Dinsos) Palembang selama satu tahun. Setelah vonis ini dibacakan, JPU Kejari Palembang menyatakan akan mempertimbangkan pikirannya selama 7 hari ke depan.
Sebelum sidang digelar pada Kamis sore, ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Keadilan (Kompak) mendatangi PN Palembang.