Liputan6.com, Jambi – “Ngueng… ngueng...” bunyi mesin amplas meraung di pojok ruangan Lembaga Pelatihan Kerja Siginjai yang berada di kawasan Lapas Kelas IIA Jambi, Kota Jambi, Rabu siang (15/1/2024). Di dalam ruangan produksi mebel dan pengelasan itu, seorang warga binaan bernama Rio (23) sedang sibuk mengamplas meja. Dua rekannya yang lain; Pak Akmal, dan Pak Yusuf pun fokus menyelesaikan pekerjaannya membuat meja.
Rio merupakan seorang pemuda asal Jepara, Jawa Tengah. Laiknya tukang pada umumnya, ia tak lupa menyelipkan pensil andalan di telinganya.
Dia hari itu, Rio kebagian tugas mengoperasikan mesin amplas. Peroses penghalusan meja ini merupakan proses terakhir sebelum masuk tahap pengecatan.
Hanya sepelemparan batu dari ruang produksi mebel itu, bau tiner campur cat menyeruak di ruang depan ketika dua orang warga binaan lainnya membantu proses pengecatan. Mereka saling bekerja sama dan kejar target menyelesaikan orderan 25 unit meja pendek dari salah satu lembaga bimbingan belajar.
“Sudah lima hari ini buat meja, hari ini kami langsung langsung proses finishing 25 unit meja pesanan dari luar,” kata Rio membuka percakapan kepada Liputan6.com ketika ditemui di ruangan produksi mebel dan pengelasan itu.
Dengan logat bahasa jawanya yang medok, Rio mengaku sudah dua tahun ini mendekam di balik jeruji. Ia mesti menjalani hukuman selama 12 tahun. Rio sedikit sungkan cerita masa lalunya.
Meski mendekam di balik jeruji, tak menyurutkan kreatifitasnya. Bersama warga binaan lainnya, ia terus mengasah kreatifitasnya, khususnya dibidang permebelan.
Sebelum masuk “hotel prodeo”, Rio sudah punya skil permebelan dari tanah kelahirannya di Jepara. Ia mengaku bersyukur di dalam penjara disediakan ruang untuk mereka mengasah skil atau kemampuan. Kebetulan saja di penjara ada bidang permebelan yang diminatinya sehingga menjadikan hari-harinya produktif.
“Kalau di blok tahanan suntuk, bisa banyak pikiran. Di sini ada kegiatan seperti ini (buat mebel) bagus, enggak suntuk,” kata Rio.
Selain membuat meja, di ruang produksi mebel dan pengelasan itu mereka juga memproduksi aneka macam furnitur seperti mimbar, lemari, dan lainnya.
Beralih ke ruangan lain di sebelah, seorang warga binaan Raden (29) tengah praktik membatik. Dia berasal dari Seberang Kota Jambi, yang kebetulan kampungnya di sana memang sudah terkenal dengan batik. Jadi sedikit banyak dia mengerti dengan batik.
Raden membentangkan kain putih di atas meja. Kemudian canting cap motif bunga-bunga dicelupkan ke malam dan dicapkan ke kain sampai penuh motif.
“Batik tulis ada, tapi di sini lebih seringnya kami buat batik cap. Ada banyak motif,” kata Raden.
Kepala Sub Seksi Sarana Kerja Marbun mengatakan, sanggar batik warga binaan di Lapas Kelas IIA Jambi terbilang masih baru. Sanggar batik ini baru didirikan pada Juli 2024. Motif batik yang dihasilkan sudah cukup banyak.
Meski belum ada setahun, produksi batik mereka sudah baik. Bahkan hasilnya, motif batik pengayoman produksi warga binaan kata Marbun, telah ke kementerian sebagai ajang promosi. “Kita masih terkendala dalam pemasaran karena masih baru,” kata Marbun.