Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, mengimbau masyarakat untuk memahami risiko kekerasan seksual di dua lokasi, yaitu di tempat pendidikan dan panti sosial. Menurutnya, Undang-Undang 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menekankan pentingnya waspada terhadap dua lokasi ini. Kasus pencabulan di Tangerang menjadi pembelajaran bagi semua orang, karena hal ini bisa terjadi pada anak-anak sendiri. Data menunjukkan bahwa kebanyakan kejadian terjadi di rumah, dengan pelaku yang biasanya adalah orang tua atau teman sebaya. Nahar juga menekankan bahwa pelaku pelecehan seksual harus berpikir dua kali, terutama jika mereka adalah guru, karena mereka dapat dikenai sanksi yang lebih berat.
Bagi para korban pelecehan seksual, pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan dan pendampingan di setiap daerah. Di setiap polres, terdapat petugas PPA yang membantu proses hukum dan pendampingan korban, baik secara fisik maupun psikis. Tersangka pencabulan anak di Tangerang, W alias I, seorang guru mengaji, telah melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 20 anak. Hingga saat ini, baru tiga anak laki-laki yang melaporkan kejadian tersebut. Tersangka dijerat dengan Pasal 76E jo. Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mengancam dengan hukuman penjara paling singkat lima tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. KemenPPPA menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengenali dan melaporkan kasus kekerasan seksual demi perlindungan anak yang lebih baik.