Pada hari Selasa (24/6) sore, dua orang tahanan dalam seragam keluar dari ruangan Bid Humas Polda Metro Jaya dengan tangan terikat dan menggunakan masker untuk menyembunyikan wajah mereka. Mereka berjalan lemah sambil menunduk menuju tempat konferensi pers di mana kamera-kamera segera mengarah pada mereka, namun mereka tetap menolak untuk menunjukkan wajah mereka kepada publik. Kedua individu tersebut merupakan tersangka dalam kasus ilegal akses dan pemalsuan dokumen elektronik melalui modus SMS Blast, di mana mereka mengirimkan pesan singkat dengan tautan palsu dari beberapa bank kepada calon korban, yang lebih dikenal sebagai phising.
Para tersangka, dua warga negara asing asal Malaysia dengan inisial OKH (53) dan CY (29), terlihat lesu ketika pihak Polda Metro Jaya mengungkap kejahatan yang mereka lakukan. Meskipun ada satu tersangka lain yang masih buron, DPO inisial LW berusia 35 tahun, juga adalah warga Malaysia. Reonald Simanjuntak, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa para tersangka diduga mulai melakukan kejahatan sejak Maret 2025.
Konferensi pers dilanjutkan dengan penjelasan dari tersangka CY tentang modus operasi SMS Blast. Namun, karena masalah bahasa, tersangka OKH dengan logat Malaysia yang kental kemudian menjelaskan cara kerja modus ini. Dia menjelaskan bahwa pertama-tama, mereka menghidupkan mesin mobil dan alat interface specification untuk menyebarkan SMS kepada calon korban di tempat-tempat ramai seperti Bundaran HI, area perkantoran SCBD, dan pusat perbelanjaan, di mana para tersangka berusaha menangkap sebanyak mungkin “korban” dengan tautan phising.
Para tersangka membuat tautan tersebut mengarah pada penipuan, di mana korban diminta untuk mengisi informasi pribadi seperti nama, alamat, dan nomor kartu kredit. Jika korban memberikan informasi tersebut, data tersebut langsung berada di tangan pelaku yang dapat mengakses rekening korban untuk melakukan transaksi ilegal.
Melihat maraknya kejahatan siber seperti ini, OJK telah memberikan edukasi kepada pengguna ponsel untuk tidak sembarangan meng-klik tautan dari SMS, email, atau aplikasi pesan. Data dari Indonesia Anti Scam Center OJK menunjukkan bahwa jumlah korban kejahatan siber terus meningkat, dengan kerugian mencapai triliunan rupiah dan ribuan rekening terkait telah diblokir.
Untuk mencegah serangan kejahatan siber ini, pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang lebih kuat, termasuk Undang-Undang ITE yang memberikan hukuman berat bagi pelaku kejahatan siber. Direktorat Reserse Siber di sejumlah Polda juga telah dibentuk untuk menyelidiki dan mencegah kejahatan siber. Namun, peran masyarakat dalam meng-update informasi, menjaga privasi, dan kewaspadaan terhadap jenis kejahatan siber penting untuk meminimalisir serangan ini.