Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengusulkan penerapan Academic Health System (AHS) sebagai respons terhadap keprihatinan yang disampaikan oleh para Guru Besar Fakultas Kedokteran terkenal terkait kebijakan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Menurut Edy, para guru besar tersebut khawatir bahwa kebijakan tersebut dapat mengganggu arah pendidikan dokter di Indonesia. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya kerjasama semua pemangku kepentingan untuk menciptakan pendidikan kedokteran yang berkualitas dan fokus pada pelayanan kesehatan.
Dalam usulannya, Edy mengungkapkan bahwa AHS merupakan solusi tengah yang efektif untuk memenuhi kedua kepentingan tersebut. AHS merupakan sistem kolaboratif antara rumah sakit pendidikan, fakultas kedokteran, lembaga riset, dan institusi kesehatan lain yang terintegrasi dalam satu kerangka tata kelola untuk klinik, pendidikan, dan riset. Model ini telah terbukti berhasil di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia dalam menjaga keseimbangan antara akses pelayanan dan kualitas pendidikan kedokteran.
Edy juga mengutarakan pemahamannya terhadap maklumat serta keprihatinan yang disampaikan oleh para guru besar Fakultas Kedokteran dan civitas akademika. Menurutnya, hal ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan intelektual terhadap pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan nasional. Selain memperluas akses dan pemerataan layanan medis, Edy mendukung semangat reformasi yang diusung oleh Kementerian Kesehatan, namun ia menekankan perlunya fondasi akademik dan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat semangat reformasi tersebut.
Melalui implementasi AHS, Edy menegaskan bahwa semua pihak seperti pemerintah, universitas, rumah sakit, dan profesi medis dapat bekerja bersama secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan tersebut. AHS juga dapat memungkinkan distribusi dokter yang lebih merata melalui jejaring rumah sakit pendidikan yang tersebar, sambil melibatkan akademisi dalam penyusunan kurikulum dan evaluasi mutu. Kekhawatiran soal keselamatan peserta didik juga dapat terjawab melalui tata kelola pendidikan yang akuntabel, sambil mendukung riset-riset inovatif yang berdampak pada pelayanan masyarakat.
Edy juga menyoroti pentingnya Konsil Kesehatan dan Kolegium sebagai penjamin mutu sistem AHS sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ia mendorong penguatan peran keduanya dan menekankan bahwa kedua lembaga tersebut harus tetap independen tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Dengan demikian, implementasi AHS diharapkan dapat mengatasi berbagai isu yang berkaitan dengan pendidikan kedokteran di Indonesia.